Menelusuri Pondok Pesantren Tertua di Bali

Menelusuri Pondok Pesantren Tertua di Bali

Dalam menghadapi era modern seperti sekarang ini kita tidak perlu menutup mata terhadap perkembangan zaman, namun tetap mengedepankan pada pendidikan akidah, syariah dan akhlak. Itulah prinsip yang selalu dipegang pondok pesantren Manba’ul Ulum Dengan dibatasi sebuah sungai yang membentang dan membelah wilayah, di Kabupaten Jembrana, Bali. Tempat yang berada kurang lebih 25 km dari Pelabuhan Gilimanuk dan berjarak sekitar 84 km dari Kota Denpasar itu terdapat Sebuah kawasan penduduk di pulau Bali yang hampir 97 persen penduduknya memeluk agama Islam. Daerah itu adalah Loloan Timur yang masuk wilayah Negara.
Masyarakat Muslim di kawasan Lolohan Timur mendapat perlakukan berbeda dari masyarakat Muslim Bali lainnya. Di wilayah ini, penduduk muslim dengan mudah mendirikan tempat ibadah. Bagi masyarakat Muslim Bali, mendirikan bangunan rumah ibadah seperti mushola, masjid atau pondok pesantren tidaklah mudah. Namun, khusus untuk Lolohan Timur hal itu tidak lagi menjadi masalah. Karena khusus kawasan ini, mendirikan masjid tidak perlu melalui prosedur yang berbelit-belit sebagai mana yang terjadi di daerah lainnya di Pulau bali.
Di Loloan Timur yang dominan Muslim inilah terdapat beberapa pesantren, salah satunya Pondok Pesantren Manba’ul Ulum. Usia pesantren ini tergolong paling tua di Bali. Pondok ini didirikan KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1935 yang asal-usulnya dari Semarang. Pondok ini pernah besar dan santrinya mencapai ribuan orang. Namun sejak terjadi gempa tahun 1976, yang meruntuhkan seluruh bangunan pondok, jumlah santri tersisa hanya beberapa belas orang. Selang beberapa waktu dari peristiwa gempa itu, KH. Ahmad Dahlan wafat. Kemudian tampuk pimpinan pondok diteruskan menantunya, H. Muhammad Zakihar, yang juga suami dari Hj. Nyai Hajar. Putri tertua dari istri ke dua KH. Ahmad Dahlan.
Pada saat ini Pondok Pesantren Manba’ul Ulum berada di bawah naungan Yayasan Madani yang berdiri pada tahun 1980. Selain Pondok Pesantren Manba’ul Ulum, Yayasan Madani ini juga menaungi Pondok Pesantren Darul Ulum dan Nuriz.
Pondok Pesantren Manba’ul Ulum sendiri memiliki beberapa lembaga pendidikan yang diantaranya adalah Madarasah Tsanawiyah (MTs), Madarasah Aliyah (MA), Tahfidz Al-Qur’an, Play Group. Pesantren Mambaul Ulum juga memiliki fasilitas sebagai sarana penunjang kegiatan pendidikan, antara lain pondok, laboratorium komputer, perpustakaan, gedung olahraga dan fasilitas penunjang lainnya. Pondok pesantren tertua di Bali ini berdiri di atas lahan seluas 20 are yang berasal dari tanah keluarga KH. Ahmad Dahlan, waqaf warga dan bantuan dari Kementrian Agama.
Menurut H. Muhammad Zakihar, pendirian Pondok Pesantren ini bertujuan untuk mencerdaskan generasi Islam yang berilmu dan berakhlak. Sedangkan kurikulum pendidikan di Pondok Pesantren ini sejak adanya SKB 3 Menteri, dirancang lebih terbuka dengan mengakomodir mata pelajaran ilmu pengetahuan umum. Bagi beliau dalam menghadapi era modern seperti sekarang ini kita tidak perlu menutup mata terhadap perkembangan zaman. Prinsip yang selalu dipegang beliau adalah mempertahankan yang lama dan mengambil yang baru. Sistem pengajaran di Pondok Pesantren ini lebih mengedepankan pada pendidikan akidah, syariah dan akhlak. “Apabila pendidikan Islam tidak dibarengi dengan ketiganya maka akan melahirkan generasi yang tidak bermoral seperti koruptor yang eksis di media massa”, Ujar Pak Zakihar.
Pondok pesantren ini memiliki sekitar 100 santri dan 20 pengajar. Santri yang tinggal di pondok sekitar 30 persen dan sisanya tinggal di kawasan sekitar. Menurut pengurus pesantren ini, tantangan dalam mengelola Pondok Pesantren di Bali adalah minimnya akses informasi yang menyebabkan masyarakat Muslim Bali kurang mengetahui keberadaan Pondok Pesantren di Bali, sehingga banyak masyarakat Muslim Bali yang lebih memilih memondokkan anakanak mereka di Jawa. Dalam hal mendidik santri, tantangan yang paling berat adalah mensinergikan pemikiran antara pengasuh pondok dengan wali santri. Seorang wali santri ketika mempercayakan pendidikan anaknya ke pondok pesantren tidak hanya menitipkan anaknya saja, tetapi harus ada tanggung jawab bersama antara pengasuh pondok pesantren dengan wali santri dalam memberikan contoh yang baik terhadap santri. “Dengan adanya sinergi tersebut secara tidak langsung santri akan menjadi lebih baik”, tutup Pak Zakihar. [abi/lw]


share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by Unknown, Published at 01.24 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar